Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu
tahun). Neraca pembayaran merupakan cakupan pembelian dan penjualan
barang/ jasa, hibah dari individu dan pemerintah
asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas
neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial,
dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi adalah sebagai berikut:
- Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
- Transaksi kredit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
Neraca pembayaran sangat berguna untuk menunjukkan struktur dan
komposisi transaksi ekonomi dan posisi keuangan internasional dari suatu
negara. Tak hanya itu, BOP juga digunakan sebagai suatu indikator dalam
mempertimbangkan pemberian bantuan kepada suatu negara. Jika
dibandingkan dengan indikator lainnya seperti laju pertumbuhan PDB,
tingkat pendapatan per kapita, inflasi, suku bunga, dan nilai tukar mata
uang domestik maka BOP merupakan salah satu indikator yang fundamental.
BOP terdiri dari tiga neraca saldo, yakni saldo neraca transaksi
berjalan (TB), saldo neraca modal (CA), dan saldo neraca moneter (MA).
Saldo TB adalah jumlah saldo dari neraca perdagangan (NP) yang mencatat
nilai ekspor (X) dan impor(M) barang, jasa (NJ), yang mencatat X dan M
jasa termasuk pembayaran / pendapatan royalti dan bunga deposito,
transfer keuntungan bagi investor asing, pembayaran bunga cicilan utang
luar negeri (ULN), dan kiriman uang masuk dari tenaga kerja Indonesia
(TKI) di luar negeri.
CA adalah neraca yang mencatat arus modal (K) jangka pendek dan
jangka panjang yang masuk dan keluar, yang terdiri atas K pemerintah
neto dan lalu lintas K swasta neto. K pemerintah neto adalah selisih
antara pinjaman yang baru didapat pada periode sebelumnya yang sudah
jatuh tempo. Sedangkan lalu lintas K swasta neto adalah selisih antara
dana investasi (I) masuk, pinjaman swasta dari luar negeri, dan
pelunasan utang pokok swasta dan dana I ke luar negeri.
Dana I terdiri dari dua macam, yaitu I langsung atau disebut juga I
jangka panjang atau penanaman modal asing (PMA). Sedangkan dana I tidak
langsung atau jangka pendek adalah investasi portofolio (IP). Dalam cara
pencatatannya modal M dan arus masuk K dianggap sebagai keuntungan bagi
negara yang bersangkutan. Oleh karena itu, berada di transaksi kredit
(positif), sedang arus K keluar (kerugian) dicata sebagai transaksi
debit (negatif).
MA adalah neraca yang mencatat perubahan cadangan devisa (CD)
berdasarkan arus devisa yang masuk ke dan keluar dari suatu negara dalam
suatu periode tertentu. Perubahan CD diperoleh dari penjumlahan saldo
TB dan saldo CA, jadi bukan CD yang dicata secara resmi, yang disebut
dengan neraca cadangan (RA). Relasi antara BOP, dan CD atau RA adalah:
CD = BOP = TB + CA
Bentuk Umum Neraca Pembayaran
Pendapatan yang berkaitan dengan neraca pembayaran
PDB/GDP (Produk Domestik Bruto/Gross Domestik Product)
Produk Domestik Bruto adalah jumlah produk berupa barang dan jasa
yang dihasilkan oleh unit produksi dalam batas wilayah suatu negara
selama satu tahun. Dalam perhitungannya, termasuk juga hasil produksi
dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di
wilayah yang bersangkutan.
PNB/GNP (Produk Nasional Bruto/Gross Nasional Product)
PNB adalah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan
masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, selama satu tahun, yang
meliputi barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat negara tersebut
yang berada di luar negeri.
GNP = GDP – Produk netto terhadap luar negeri
Pendapatan per Kapita
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di
suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah merupakan jumlah seluruh pendapatan yang
diterima oleh masyarakat dalam suatu negara selama satu tahun.
Modal Asing
Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi, karena
modal merupakan unsur yang sangat signifikan untuk suatu pembangunan.
Dengan posisi semacam itu, investasi pada hakekatnya juga merupakan
langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Penanaman modal mempengaruhi
tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, menunjukkan lesunya pembangunan.
Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara akan berusaha
menciptakan kondisi dan situasi yang dapat menggairahkan investasi.
Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam
negeri, tapi juga investor asing. Upaya menarik minat investasi asing
tersebut di Indonesia dimulai dengan diundangkannya UU No. 1/Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No. 6/Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Pada rezim orde baru diterbitkan dua undang-undang berkenaan dengan
investasi, yaitu Undang – Undang No. 1 /Tahun 1967 tentang penanaman
modal asing (PMA) dan Undang – Undang No. 6 /Tahun 1968 tentang
penanaman modal dalam negeri (PMDN). UU tentang modal asing dengan
persyaratan yang amat ringan mengingat pada saat itu investasi
diperlukan sekali untuk membantu memulihkan perekonomian dalam negeri
yang porak-poranda. Dalam UU No. 1 /Tahun 1967 antara lain ditetapkan:
- Investor dibebaskan dari pajak deviden serta pajak perusahaan selama lima tahun.
- Jaminan tidak akan dinasionalisasikannya perusahaan-perusahaan asing dan kalaupun dinasionalisasi akan diganti rugi.
- Masa operasional PMA selama 30 tahun dengan perpanjangannya tergantung pada hasil perundingan kembali.
- Keleluasaan bagi penanam modal asing untuk membawa serta atau memilih personil manajemennya dan untuk menggunakan tenaga ahli asing bagi pekerjaan-pekerjaan yang belum bisa ditangani oleh tenaga-tenaga Indonesia.
- Kebebasan untuk mentransfer dalam bentuk uang semula (valuta asing).
- Sektor-sektor atau bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi modal asing, yaitu pekerjaan umum (seperti pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik), media massa, pengangkutan, prasarana serta segala industri yang berhubungan dengan kegiatan produksi untuk keperluan pertahanan negara.
Manfaat bagi Negara Pemberi dan Negara Penerima
Seperti halnya perdagangan internasional, arus modal/investasi
internasional juga mempunyai manfaat bagi pengekspor maupun pengimpor
modal. Dengan adanya mobilisasi modal antarnegara. Adapun manfaat bagi
pengimpor modal adalah:
Proyek invetasi dengan hasil (return on investment) yang tinggi di suatu negara tidak akan dikorbankan karena kelangkaan dana, pertumbuhan output (PDB), kesempatan kerja dan pendapatan, peralihan teknologi, pengetahuan manajemen, dan lain-lain.
Sedangkan manfaat bagi pengekspor modal:
Proyek investasi dengan hasil rendah di negara yang memiliki dana
berlimpah dapat terus dilaksanakan secara berkesinambungan untuk tujuan
pengembangan kegiatan ekonomi.
Pembiayaan Defisit Tabungan dan Investasi
K asing sangat diperlukan bagi Indonesia karena untuk membiayai I di
dalam negeri (pembentukan modal bruto domestik), selain dari untuk
menutupi kekurangan dari CD dan membiayai defisit TB (M). Defisit TB
paling tidak harus dikompensasi dalam jumlah yang sama dengan surplus Ca
agar CD tidak berkurang. Oleh karena itu, semakin besar defisit TB,
maka semakin besar arus K masuk yang diperlukan untuk menjaga CD agar
tidak menurun.
Ketergantungan terhadap K asing tidak hanya dialami oleh negara
berkembang (LDCs) tapi juga oleh negara maju (DCs). Dapat dilihat pada
negara-negara yang mempunyai ekspor maju seperti, Korsel, Taiwan, cina,
dan Singapura yang seringkali membiayai I di dalam negeri dengan K
asing. Hal ini terjadi disebabkan banyaknya I asing (bukan K asing dalam
bentuk pinjaman) yang masuk ke negara tersebut sangat menarik untuk I.
Posisi dan keadaan Indonesia yang masih ketergantungan terhdaap K
asing untuk membiayai I di dalam negeri dikarenakan dana yang bersumber
dari S < (lebih kecil) daripada kebutuhan dana domestik dari S untuk
membiayai I.
Perkembangan Arus Modal Masuk
Perkembagan arus modal masuk ini ditandai dengan peningkatan
parrtisipasi dati para investor dan lembaga keuangan di pasar DCs/ K di
LDCs. Bahkan arus I dari CDs ke LDCs lebih besar daripada arus
perdagangan antara kedua kelompok negara tersebut.
Menurut Montiel (1993), Taylor, dan Sarno (1997), hal yang mendorong
perkembangan ini adalah liberalisasi pasar uang dan K di banyak LDCs
termasuk Inodensia menjelang akhir 1980-an yang antara lain menghapuskan
pengawasan pemerintah terhadap lalu lintas K dan membebankan tingkat
suku bunga kepada mekanisme pasar.
Berdasarkan data IMF tahun 1994 sampai dengan krisi tahun 1998, arus
swasta neto (K masuk kurang K keluar) dunia mengalami peningkatan dari
106,5 ke 122 miliar dolar AS. Hal ini terjadi karena peningkatan Pma
neto dari 84,3 ke 119,6 miliar dolar AS, sedangkan sebaliknya IP neto
yang mengalami penurunan dari 87,8 ke 18,0 mliar dolar AS. Memang
sebagian besar dari arus K swasta tersebut masuk ke LDCs, tetapi
jumlahnya juga mengalami penurunan dari 136,6 miliar tahun 1994, menjadi
99,5 miliar dolar AS pada 1998. Penyebabnya adalah turunnya IP neto
yang sangat besar pada saat itu dari 85,0 ke 19,4 miliar dolar AS. Dan
yang mengalami peningkatan adalah PMA neto dari 75,4 ke 99,1 miliar
dolar AS.
Pergeseran yang fundamental kerap kali terjadi dalam tiga dekade
terkhir ini, menyangkut ukuran, komposisi, dan distribusi dari K
eksternal yang mengalir ke LDCs.
Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, arus K asing
(swasta dan pemerintah) ke Indonesia paling besar, namun sayangnya sejak
1998 yang terjadi adalah yang keluar lebih besar daripada yang masuk.
Sementara itu di Malaysia, Singapura, dan Filipina yang juga sempat
terkena krisis ekonomi, netonya tetap dapat bertahan di positif. Pada
1990, arus K asing neto ke Indonesia tercatat sebesar 6,3 miliar dolar
AS, kira-kira 5% dari jumlah K asing neto ke LDCs, namun turun lagi dan
menjadi 3,2% pada 1997.
Cina merupakan negara di Asia yang arus K asingnya paling besar,
bayangkan mencapai 45,8 miliar dolar AS pada 1998, dan pada 2000
mencapai 61,1 miliar dolar AS. Dan hal ini juga diperkirakan akan
diperkuat algi dengan masuknya Cina ke WTO. Selama ini Cina merupakan
eksportir besar dunia dan juga mampu memberikan daya tarik terhadap para
investor asing.
- Arus Modal Resmi
Secara absolut, arus modal masuk resmi (G to G loans dan aid) terus
mengalami pengingkatan selama periode 1970-an, tetapi laju pertumbuhan
arus modal masuk yang berasal dari sektor swasta, terutama dalam bentuk
kredit dari bank-bank di negara-negara industri maju (OECD), lebih
pesat.
Laju pertumbuhan ini dapat dilihat dari lebih tingginya rasio modal
asing swasta dibandingkan dengan modal asing pemerintah terhadap PNB
(Produk Nasional Bruto).
Laporan bank dunia (1997) menunjukkan bahwa derajat global financial integration
Indonesia pada 1990-an (sebelum krisis ekonomi) jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Perubahan derajat ini disebabkan
oleh deregulasi sejumlah paket sejak pertengahan dekade 1980-an yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia di sektor keuangan dan pertumbuhan
ekonomi rata-rata per tahun yang tinggi, yang merupakan pull faktor yang signifikan bagi investor-investor dan bank-bank asing untuk menanam uang mereka di Indonesia.
Utang Luar Negeri
Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor
di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa
pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang
yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.
Modal asing diperlukan selain untuk meningkatkan investasi (capital formation)
di dalam negeri, selama tidak memberi suatu dampak negatif terhadap
pembentukan / pertumbuhan tabungan domestik, juga untuk membiayai
defisit transaksi berjalan (impor) atau menutupi kekurangan cadangan
devisa.
Faktor Penyebab
Salah satu komponen penting dari arus modal masuk yang banyak
mendapat perhatian di dalam literatur mengenai pembangunan ekonomi di
LCDs adalah hutang luar negeri (ULN). Bagi Indonesia, sejak krisis
ekonomi yang diawali dengan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS pada pertengahan tahun 1997 lalu yang nyaris membuat financial
Indonesia bangkrut karena jumlah ULN-nya (terutama dari sektor swasta)
yang sangat besar. Apalagi sebagian besar dari perusahaan-perusahaan
dalam negeri Indonesia tidak mampu untuk membayar kembali ULN mereka.
Sejak krisis ULN dunia yang terjadi pada awal dekade 1980-an, masalah
ULN yang dialami oleh banyak LDCs tidak kian membaik. Krisis ULN
terjadi sampai menyebabkan negara-negara pengutang besar terpaksa
melakukan program-program penyesuaian struktural (structural adjustment)
terhadap ekonomi dalam negeri mereka atas desakan dari bank dunia dan
IMF, sebagai syarat utama guna memperoleh dana pinjaman baru dan/ atau
pengurangan terhadap pinjaman lama.
Tingginya ULN dari banyak LDCs disebabkan oleh kombinasi dari
berbagai faktor, yaitu defisit transaksi berjalan, kebutuhan dana untuk
investasi melebihi jumlah dana yang tersedia di dalam negeri karena
tabungan domestik rendah (investment-saving gap), tingkat inflasi yang tinggi, dan structural inefficiencies di dalam perekonomian mereka.
Dari faktor-faktor tersebut, defisit transaksi berjalan sering
disebut di dalam literatur sebagai penyebab utama membengkaknya ULN
LDCs. Besarnya defisit transaksi yang melebihi surplus saldo neraca
modal membuat BOP defisit dan berarti juga cadangan devisa berkurang.
Apabila saldo transaksi berjalan setiap tahun negatif, maka cadangan
devisa dengan sendirinya dapat habis jika tan pa ada sumber-sumber lain.
Utang luar negeri suatu negara ditentukan oleh tingkat optimalisasi
penggunaan dana yang ada oleh masyarakat di negara tersebut dengan
kesempatan yang ada untuk meminjam dari pasar internasional dan pilihan
yang ada antara mengkonsumsi dan menanam K (alun, 1992).
Menurut Sachs (1981, 1982) negara yang memiliki masalh dalm pelunasan
ULN akan cenderung untuk tidak menunda pembayaran utangnya karena jika
pelunasannya ditunda hal tersebut akan semakin berimbas pada perdagangan
internasional dan arus K masuk. Jadi, kenaikan dalam pelunasan utang
(LS) cenderung menaikan ULN.
Perkembangan ULN di Indonesia
Dalam kasus Indonesia,perkembangan ULN-nya menunjukkan seakan-akan
ada korelasi positif antara peningkatan atau laju pertumbuhan PDB riil
dan peningkatan jumlah BLN atau ULN atau antara peningkatan pendapatan
rata-rata per kapita dan peningkatan jumlah ULN (growth with indebtedness).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata per tahun sejak akhir tahun
1970 selalu positif dan tingkat pendapatan per kapita terus meningkat,
tetapi jumlah ULN Indonesia juga bertambah terus setiap tahun.
ULN Indonesia terdiri atas utang jangka panjang pemerintah dan utang
jangka panjang swasta yang digaransi maupun tidak oleh pemerintah, utang
jangka pendek, dan kredit dari IMF. Proporsi pinjaman dari IMF di dalam
total ULN Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar sejak krisis
ekonomi melanda Indonesia.
Berdasarkan data realisasi tahun 2000 menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan negara pengutang terbesar dengan jumlah US$ 138 miliar
(dibanding negara-negara ASEAN lainnya).
Jumlah ULN Beberapa Negara Anggota ASEAN, 2000
(dalam miliar dollar AS)
Negara | Jumlah ULN |
Indonesia | 138 |
Thailand | 77,4 |
Filipina | 48,6 |
Malaysia | 42,1 |
Myanmar | 5 |
Kamboja | 0 |
Brunei | 1 |
Sumber : IBI (2001)
ULN juga dapat dibagi antara pinjaman dengan tingkat suku bunga rendah atau / dan persyaratan lunak, umum disebut concessional debt (CD), dan pinjaman dengan suku bunga tinggi.
Pada umumnya utang lunak ini diberikan kepada negara-negara
berpendapatan rendah (seperti Afrika Tengah dan Asia Selatan). Hal ini
dikarenakan, negara-negara tersebut secara financial belum mampu
membayar biaya pinjaman yang tinggi karena fundamental ekonominya masih
belum kuat.
Hal lain yang menarik untuk dianalisis adalah tingkat ketergantungan
pemerintah Indonesia terhadap ULN. ULN merupakan sumber utama pendapatan
pemerintah. Tahun 1982 utang pemerintah hampir mencapai 2.000 miliar
rupiah dan pada saat krisis mencapai puncaknya, nilai ULN pemerintah
meningkat sangat besar, mencapai 44.000 miliar rupiah !
Jika kita melihat pada penggunaan ULN menurut sektor, pada tahun 2000
jasa keuangan merupakan sektor terbesar menyerap utang, yaitu sebesar
31,6 % dolar AS miliar atau 22,9% dari total ULN Indonesia. Sementara
sektor industri manufaktur hanya sebesar 31,3 miliar dolar AS (22,7%)
dan sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 14,5 miliar dolar AS
(10,5%).
Indikator yang umum digunakan untuk mengukur kemampuan (solvabilitas)
suatu negara membayar cicilan ULN dan bunganya adalah rasio antara
jumlah cicilan dan bunga terhadap ekspor atau disebut debt service ratio
(DSR). Alasan utama rasio ini digunakan adalah karena kewajiban
pelunasan pembayaran utang dan bunganya dibayar dalam bentuk devisa dan
hasil ekspor juga dalam devisa, misalnya dollar AS.
KESIMPULAN
- Modal asing sangat diperlukan untuk meningkatkan investasi di dalam negeri, dan untuk membiayai defisit transaksi berjalan (impor) atau menutupi kekurangan cadangan devisa, selama tidak melahirkan suatu dampak negatif terhadap pembentukan/ pertumbuhan tabungan domestik.
- Salah satu tindakan yang sangat diperlukan namun masih sulit dilaksanakan oleh negara-negara yang mengalami masalah serius masalah tumpukan utang adalah perundingan ulang dengan bank-bank swasta internasional untuk mendapat perpanjangan pembayaran utang pokok, yang bunganya atau mendapat tambahan keuangan yang persyaratannya lebih ringan. Biasanya negara-negara peminjam harus menghadapi IMF sebelum konsorsium bank menyetujui tambahan dana atau menangguhkan jadwal pinjaman IMF secara kondisional dengan memberikan kebijakan sebelum menyetujui peminjam melakukan perundingan dengan konsorsium bank pemberi pinjaman.
- Neraca pembayaran sangat berguna untuk menunjukan struktur dan komposisi transaksi ekonomi dan posisi keuangan internasional dari suatu negara. BOP juga digunakan sebagai suatu indikator dalam mempertimbangkan pemberian bantuan kepada suatu negara. Jika dibandingkan dengan indikator lainnya seperti lajupertumbuhan PDB, tingkat pendapatan per kapita, inflasi, suku bunga, dan nilai tukar mata uang domestik maka BOP merupakan salah satu indikator yang fundamental.
DAFTAR PUSTAKA
Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tambunan, Tulus. 2003. Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.
No comments:
Post a Comment