Selama Perang Dunia I, sistem standar emas internasional berhenti
berfungsi. Perekonomian-perekonomian nasional yang dalam masa sebelumnya satu
dengan lainnya terintegrasi melalui konvertibilitas mata uang-mata uang
nasional terhadap emas, yang juga disertai dengan bebanya emas bergerak dari
satu negara ke negara lain, sebagai akibat pecahnya perang besar pada bulan
Agustus 1914, terputuslah semua mata rantai hubungan-hubungan antar sistem
moneter dan antar sistem harga negara yang satu dengan negara yang lain. Dengan
kata lain, dalam keadaan perang perekonomian dunia terpecah-pecah menjadi
satuan-satuan kecil perekonomian nasional dan tidak lagi memiliki mekanisme
penyesuaian neraca pembayaran diantara sistem-sistem perekonomian tersebut,
yaitu prosesnya berjalan otomatis.
Dengan terlepasnya keterkaitan sistem moneter dan juga sistem harga antar
negara, maka perkembangan harga-harga, kesempatan kerja dan gejala-gejala serta
kegiatan-kegiatan ekonomi pada umumnya bergerak sendiri-sendiri dengan
perbedaan yang bisa cukup besar.
Selama masa perang kebanyakan negara mempraktekkan sistem pengawasan
devisa. Dalam sistem pengawasan devisa, kurs valuta asing tidak lagi
diserahkan pada mekanisme pasar, akan tetapi ditentukan oleh pemerintah.
Penggunaan valuta asing tidak lagi bebas, akan tetapi ditentukan oleh
pemerintah melalui prosedur Exchange Quota.
Dalam masa perang , kebanyakan perekonomian dijangkiti oleh gejala inflasi
yang tinggi. Hal ini disebabkan karena pemerintah dalam pembiayaan perangnya
banyak menggunakan kebijakan anggaran belanja defisit yang ditutup dengan
mencetak uang kertas. Sementara itu tidak sedikit jumlah negara yang
pemerintahannya dalam membiayai perang juga menggunakan cadangan Valuta asing
beserta kekayaan luar negeri mereka, sehingga tidak sedikit yang akhirnya
terpaksa statusnya sebagai negara kreditur ditinggalkan dan berganti dengan
status baru, yaitu status negara debitur.
Dengan berakhirnya perang dunia, suasanya ekonomi berubah dari suasana
ekonomi perang menajadi suasana ekonomi damai pasca perang, dimana banyak
kegitan diarahkan kepada rekonstruksi, yaitu pembangunan kembali dari kerusakan
–kerusakan sarana dan prasarana, serta pembenahan kembali lembaga-lembaga
ekonomi mereka, baik swata, semi swasta ataupun pemerintah, baik domestik
ataupun internasional. Khusnya dalam bidang moneter internasional dapat
diketengahkan bahwa kurun waktu antara 1919-1926 merupakan kurun waktu dimana
Inggris, Prancis, dan beberapa negara lain berusaha sampai berhasil kembali
menggunakan sistem standar emasnya yang untuk sementara terpaksa mereka
tinggalkan, apabila dipergunakan lagi akan dapat membawa perekonomian mereka
kembali jaya dan berkembang seperti yang telah mereka capai pada masa-masa
sebelum terjadinya perang dunia.
Pengalaman hidup berkicimpung dalam situasi siatem standar emas selama
tidak kurang dari lima dekade, rupa-rupanya telah menyebabkan sejumlah besar
negarawan, pengamat serta pemikir ekonomi terkesan oleh tingkat stabilitas,
tingkat pertumbuhan perdagangan dunia maupun tingkat pertumbuhan kegiatan
ekonomi dan kemakmuran masyarakat dunia terwujud pada kurun waktu tersebut.
Lebih-lebih lagi setelah mereka mengalami kehidupan ekonomi dalam suasanya
perang. Dengan demikian kiranya mudah dipahami megapa beberapa negara di Eropa,
setelah perang dunia I berakhir, menginginkan kembali menggunakan lagi sistem
standar emas.
Sistem Moneter Internasional Masa Pasca Perang
Sistem Bretton Woods
Yang dimaksud dengan kurun waktu pasca perang dunia disini ialah kurun
waktu dari tahun 1946 sampai sekarang. Dalam kurun waktu ini dijumapai dua
macam siatem moneter dunia, yaitu sistem Bretton Woods yang memiliki
masa penggunaan dari tahun 1946 sampai tahun 1972 dan sistem kurs mengambang
terkendali yang mengantikan siatem Bretton Woods dan hingga sekarang masi
dalam pemakaian.Pengalaman pahit yang menimpa perekonomian dunia setela
berakhirnya perang dunia pertama membawa dampak yang cukup bebarti bagi sikap
masyarakat dunia terhadap peekonomian dunia. Ini tercermin antara lain dari
terbentukny tiga lembaga ekonomi internasional Internasional Moneter Fund
yang biasa disingkat IMF, Internasional Bank for Reconstruction and
Development, yang biasa disingkat IBRD dan sering pula disebut Word
Bank atau bank dunia dan Internasional Trade organization yang biasa
disingkat ITO. Melalui kebijakan-kebijakan ekonomi internasional yang
dihasilkan oleh lembaga-lenbaga internasional itulah diharapkan perekonomian
dunia dapat terhindar dari terlangnya kembali malapelaka-mlapetaka ekonomi yang
muncul sudah berakhir perang dunia I.Kalau yang menjadi perhatian bank dunia
ialah ,asalah-masalh dalam bidang investasi internasional, maka IMF tugas
utamanya berada dalam bidang moneter internasionall, yang meliputi antara lain
masalah penetapan kurs devisa, pemeliharaan kurs devisa, membantu negara-negara
anggota dalm menghadapi kesulitan neraca pembanyaran dan sebaliknya.
Tujuan IMF
Dalam statua pendirian IMF disebut enam butir tujuan yang ingin dicapai
oleh IMF, yaitu:
- Untuk mengajukan kerjasama moneter internasional dengan jalan mendirikan lembaga IMF
- Untuk memperluas perdagangan dan investasi dunia
- Untuk memajukanstabilitas kurs valuta asing
- Untuk mengurangi dan membatasi praktek-praktek pembatasan terhadap pembayaran internasional
- Untuk menyediakan dana yang dapat dipinjamkan dalam bentuk pinjaman jangka pendek atau jangka menengah yang dibutuhkan guna mempertahankan kurs valuta asing yang stabil selama neraca pembayaran mengalami defisit yang sifatnya sementara, sampai dapat diatasi dengan jalan menyesuaikan tinggatnya kurs devisa.
- Untuk memperpendek dan memperkecil besarnya defisit atau surplus neraca pembayaran.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut,
IMF mengeluarkan berbagai macamm kebijakan moneter internasional.
Kebijakan-kebijakan tersebut, yaang realisasinya dengan sendirinya dikeluarkan
dalm bentuk peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan yang mendasar
diuraikan dibawah ini.
Nilai Paritas Mata Uang
Menurut ketentuan IMF, semua mata uang negara anggota harus ditetapkan
nilai paritasnya terhadap US dollar atau terhadap emas dengan nilai
ekuivalenya. Sedangkan mata uang US dollar ditetapkan konvertebel terhadap emas
dengan perbandingan I ounce emas = $35. Nilai US dollar yang dinyatakan dalam
satuan emas ini sama sekali tidal boleh diubah kecuali dalam keadaan yang mendesak
sekali. Oleh karena itu sistem Bretton Woods sering disebut-sebut termasuk
kelompok sistem standar emas atau gold dollarstandar sistem, yang
mempunyai makna bahwa dollar dan emas dipegunakan sebagai toggak penilaian
terhadap mata uang negara-negara anggotanya.Oleh karena semua mata uang nilai
paritasnya dinyatakan dalam nata uang US dollar, maka mata uang US dollar dalam
istilah teknisnya dapat disebut berfungsi sebgai numeraire.
Setelah nilai paritas (eksternal) mata uang negara bersangkutan ditetapkan,
maka tugas pemerintah negara anggota selanjutnaya berupa menjaga agar supaya
kurs yang berlaku tidak meniympang dari batasan-batasan yang ditetapkan, yaitu
tidak lebih tinggi dari pada nilai paritas plus-minus satu persen. Sebagai
negara yang mata uangnya berfungsi sebagai mata uang Numeraire, negara Amerika
Serikat bebas dari kewajiban manjaga/mangawasi nilai paritas mata uangnya
terhadap mata uang semua negara anggota IMF lainnya.
Kuota dan Drwing Right
Siatem kuota dalam sistem Bretton Woods merupakam suatu cara untuk menambah
cadangan moneter dunia dengan jumlah yang tidak berlebihan akan tetapi cukup
berarti. Dengan menggunakan kuota dan drawing right inilah IMF dapat
membatu memperbesar pemenuhan kebutuhan akan cadangan internasional. mengenai
masalah kuota tersebut terdapat ketentuan bahwa untuk setiap negara anggota
ditetapkan suatu kuota yang besarnya ditentukan dengan memperhatikan besarnya
pendapatan nasional, besarnya transaksi dagang dan besarnya cadangan moneter
yang dimiliki oleh negara bersangkutan. Pada mulanya besarnya kuota berjumlah
US$ 8 milyar. Jumalah ini hanya membentuk sekitar 20% dari cadangan dunia. Pada
masa-masa berikutnya beberapa kali besarnya kuota mempunyai angka total sebesar
US$73 milyar dinyatakan dalm satuan SDR adalah sebesar SDR 61 milyar.
Sistem Moneter Internasional yang Sekarang Berlaku
Sewaktu Amerika Serikat menghentikan konvertibilitas mata uang dollarnya
terhadap emas pada bulan Agustus 1971, sistem Bretton Woods tidak berfungsi
lagi. Sekalipun IMF masih tetap ada,namun para anggotanya sudah tidak tunduk
lagi paad ketentuan-ketentuan pokok aslinya yang mendasari berdirinya IMF.
Usaha untuk memuluhkan dan memperbaiki kembali penggunaan sistem Bretton Woods
melaui persetujuan Smithsonian mengalami kegagalan. Oeh karena itu pada tahun
1972 IMF membentuk Commite of Rwenty yang bertugas untuk menyusun rencana
reformasi sistem moneter internasional secara menyeluruh. Terburu oleh
timbulnya masalah perminyakan dunia, Commite of Twenty pada tahun 1974
hanya dapat menghasilkan Out Line of refirm.
Mulai saat itu perundingan berlangsung dengan skalalebigh kecil. Akhirnya
tahun 1976 dari pertemuan Jamaica dihasilkan Second Amandement terhadap
pasal-pasal persetujuan IMF. Amandemen kedua ini antara lain menyangkut masalah
kurs devisa Surveillance, special drawing rigt(=SDR) dan emas.
Dibawah ini disajikan singkat mengenai isi second Amandement tersebut.
Kurs Devisa
Dalam ketentuan yang baru, negara anggota IMF mempunyai keterbatasan dalam
megatur dan menentukan kurs devisanya. Secara Khusus sistem kurs mengambang
diakui. Namun demikian, kalau dikehendaki mereka boleh menambahkan nilai mata
uangnya pada suatu satu lebih mata uang
negara lain. Menambatkan pada SDR juga boleh. Yang tidak boleh ialah
menambatkan pada emas.
Skalipun negara anggota bebas memilih cara meraka mengatur kurs devisa
mereka, namun peranan INF dalam usaha menjamin terlaksananya kerja sama
internasional dalam bidang moneter masi tetap dipertahankan. Kolaborasi antara
negara anggota dengan IMF dan juga antar sesama negara anggota, dalam usaha
pengaturan devisa secara tertib dan dalam usa mewujudkan sistem kurs devisa
yang stabil merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan secara lebih tegas.
Beberapa kewajiban negara anggota dapat disebutkan : (a) berusaha mengembangkan
perekonomiannya dengan tetap mempertahankan kestabilan tingkat harga pada
tingkat harga yang wajar, (b) mengusahakan stabilitas intrnasional dengan jalan
memelihara stabiitas perekonomian dengan jalan memelihara stabilitas
perekonomian dalam negeri, (c) dalam berusaha menghindarkan kesulitan neraca
pembayaran atau dalam memperbaikinya juga dalam usaha menghindarkan kesulitan
neraca pembayaran atau memperbaikinya dan juga dalam usaha untuk tetap
dihindarkannya pemenipulasin kurs devisa yang kurang wajar.
Spesial Drawing Right
Special drawing right (=SDr), pada tahun 1968 berhasil dimasukan dalam
Charter IMF. SDR tersebut mendapat julukan Paper gold atau emas kerts, dengan
alasan bahwa SDR memang mempunyai fungsi sebagai emas moneter. Kapan dan
sebesar berapa SDR diciptakan/dibuat ditentukan bersama dalam sidang IMF. SDR
yang dihasilkan dibagikan kepas semua negara anggota dengan jalan memindahkan
pada rekening negara bersangkutan . SDR betul-betul merupakan uang, karena
negara yang meiliki SDR dapat menggunakan SDR untuk melunasi kewajiban
pembayaran.
Cadangan Emas
Dalam amandemen kedua, emas secara resmi di demoneztized dan fungsinya
sebgai cadangan monetr dihapus. Harga resmi emas dihapus. Negara-negara anggota
dilarang mengkaitkan nilai mata uangnya dengan emas. Kewajiban IMF mentransfer
emas kepada para anggotanya juga ditiadankan. Separuh dari cadangan emas
dikembalikan kepada para anggota. Sisanya dijual dengan harga lelang, hasilnya
dipergunakan nuntuk menolong negara-negara miskin.
Tentang Pengawasan
Sekalipun negara-negara anggota diberikan keleluasaan untuk mengatur mata
uangnya sendiri, namun tidaklah bebrti bahwa tindakan pengawasan atau
surveillance oleh IMF tidak perlu lagi. Dengan tegas disebutkan bahwa
IMFdiwajibkan untuk melaksanakan pengawasan yang ketat terhadap
kebijakan-kebijakan kurs devisa para anggotanya menggunakan prinsip-prinsip
khusus pembinaan para anggotnya. Tiga Prinsip khusus yang dimaksud adalah:
- Negara anggota harus menghindarkan diri melakukan tindakan memanipulasikan kurs devisa dengan maksud menghalang-halangi penyeimbang kembali neraca perdagangan atau untuk meningkatkan daya saing , melawan hasil-hasil produksi para anggota lain secra tidak wajar.
- Negara anggota harus mengadakan intervensi terhadap nilai Valuta asing dibursa valuta asing dengan tujuan untuk mengurangi gejolak pasar.
- Negara-negara anggota harus memperhitungkan kepentingan sesama anggota dalam menjalankan kebijakan-kebijakan intervensinya.
No comments:
Post a Comment